Kata Baleg DPR soal Coret Pasal Wantimpres Boleh Eks Napi

Kata Baleg DPR soal Coret Pasal Wantimpres Boleh Eks Napi

Kata Baleg DPR soal Coret Pasal Wantimpres Boleh Eks Napi

Kata Baleg DPR soal Coret Pasal Wantimpres Boleh Eks Napi — Rancangan Undang-Undang (RUU). Tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) kembali menjadi. Sorotan setelah Badan Legislatif (Baleg) DPR RI mengeluarkan pernyataan kontroversial. Terkait pasal yang memungkinkan mantan narapidana dengan hukuman di bawah 5 tahun untuk menjadi anggota Wantimpres. Pernyataan ini memicu berbagai reaksi dan perdebatan di kalangan masyarakat dan politisi.

Latar Belakang RUU Wantimpres

RUU tentang Wantimpres adalah salah satu dari sekian banyak inisiatif legislasi yang diajukan untuk memperbarui. Dan memperkuat peran Dewan Pertimbangan Presiden, yang merupakan lembaga advisory bagi Presiden Republik Indonesia. Tujuan utama dari RUU ini adalah untuk memperjelas wewenang, tugas. Dan syarat-syarat keanggotaan Wantimpres, serta meningkatkan efektivitas lembaga tersebut dalam memberikan masukan strategis kepada Presiden.

Kontroversi Pasal Eks Napi

Salah satu pasal dalam RUU yang telah menimbulkan kontroversi adalah pasal yang mengatur tentang syarat keanggotaan Wantimpres. Pasal ini mengizinkan mantan narapidana dengan hukuman penjara di bawah 5 tahun untuk menjadi anggota Wantimpres. Ketentuan ini telah memicu protes dari berbagai kalangan, termasuk politisi, pengamat hukum, dan masyarakat umum.

Menurut ketua Baleg DPR, Arif Hidayat. Pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kedua bagi individu yang telah menjalani masa hukuma. Dan dinilai telah berintegritas baik setelah masa hukuman mereka. “Kami percaya bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, dan syarat ini diharapkan dapat mendorong reintegrasi sosial serta memberikan ruang bagi orang-orang yang memiliki pengalaman dan keahlian untuk berkontribusi dalam pemerintahan,” kata Arif dalam keterangannya.

Reaksi dan Kritik

Pernyataan Baleg mengenai pasal ini mendapat berbagai reaksi dari berbagai pihak. Banyak yang berpendapat bahwa meskipun memberikan kesempatan kedua adalah penting, namun untuk posisi strategis seperti Wantimpres, harus ada pertimbangan lebih lanjut mengenai rekam jejak dan integritas calon anggota.

Pengamat hukum, Dr. Rina Setiawati, menyatakan bahwa “mengizinkan mantan narapidana dengan hukuman di bawah 5 tahun untuk menduduki posisi penting di Wantimpres mungkin mengundang kontroversi dan menimbulkan keraguan di kalangan publik. Dalam konteks ini, penting untuk memastikan bahwa proses seleksi dan penilaian calon anggota dilakukan secara transparan dan akuntabel.”

Selain itu, beberapa anggota DPR juga menyuarakan kekhawatiran mereka. Mereka menilai bahwa meskipun prinsip rehabilitasi sosial penting, penempatan mantan narapidana dalam posisi strategis seperti Wantimpres memerlukan pertimbangan tambahan, khususnya terkait dengan kredibilitas dan integritas lembaga tersebut.

Langkah Selanjutnya

Pihak Baleg DPR mengatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan masukan dan kritik yang ada sebelum melanjutkan proses pembahasan RUU ini. Mereka berjanji akan membuka ruang diskusi yang lebih luas dengan berbagai stakeholder untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan dapat diterima secara luas dan tidak menimbulkan dampak negatif.

Sementara itu, masyarakat dan berbagai organisasi masyarakat sipil diharapkan untuk terus memantau perkembangan pembahasan RUU ini dan menyuarakan pendapat mereka. Proses legislasi ini akan menjadi uji bagi komitmen DPR dalam mengakomodasi berbagai kepentingan sambil memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan tetap berpihak pada kepentingan publik.

Kesimpulan

Kontroversi terkait pasal dalam RUU Wantimpres yang memungkinkan mantan narapidana dengan hukuman di bawah 5 tahun untuk menjadi anggota telah menyoroti kompleksitas dan sensitivitas dalam pembentukan undang-undang yang melibatkan syarat keanggotaan lembaga-lembaga strategis. Bagaimana DPR menanggapi kritik dan melakukan penyesuaian akan menjadi kunci dalam menentukan apakah RUU ini akan diterima secara luas atau menghadapi penolakan lebih lanjut dari masyarakat.